Powered by Blogger

Bab 6> Dari Tempat Rahasia : Ada Orangkah Di Sana?
oleh mamamolilo pada 4:02 PM

La Traviata begitu lelah membereskan sisa-sisa perkelahian semalam. Ingin rasanya ia menyuruh para bajak laut yang tawuran berbaris supaya ia bisa menjewer telinga atau memukul pantat masing-masing dengan rotan. Atau menyetrap mereka untuk membersihkan wc dan memungut sampah.

Sebenarnya, walaupun kesal, tidak jarang ia berpikir, bagaimana kabar para bajak laut pembuat keributan di Penakluk Samudra Restaurant setelah pergi dari tempat itu. Apakah mereka mati dalam peperangan di laut? Apakah mereka membunuh bajak laut lain? Apakah mereka merampok kapal-kapal pedagang Eropa yang sedang berlayar menuju Negeri Mooi Hindie untuk mencari emas hitam?

Ketika beberapa bulan kemudian ia melihat wajah yang sama, berarti mereka baik-baik saja. Jika tidak. Hmm, entahlah. Sesungguhnya ia berharap, mereka semua baik-baik saja. Ia ingin melihat wajah Kapten Van Basten atau si bajak laut berminyak beberapa bulan kemudian, di tempat ini.

Kursi terakhir, sebuah kursi pasangan meja dan kursi-kursi di ujung sebelah kiri ruangan, telah diberdirikannya. Ia meletakkan ditempat yang seharusnya.

Badannya pegal. Bulir keringat menetes di dahinya yang lebar. Ia menoleh pada meja di sebelah kanan ruangan, tempat Bon Avatar terakhir terlihat. tampak sang suami duduk di atas kursi dan menelungkupkan kepala dan tangan di atas meja. Terdengar dengkur halus. Bon Avatar tertidur.

La Traviata menghela nafas. Ia mengendap-endap keluar ruangan. Di luar, ia berlari sekencang-kencangnya, menuju tanjung di sebelah timur pantai Mooi Hindie.

Itu adalah tempat rahasianya. Setiap saat ia merasa jenuh, ia selalu melarikan diri ke tempat itu. Tidak banyak yang dilakukannya, hanya duduk di atas pasir putih, sambil menatap gulungan ombak menerpa karang, atau menatap lebih jauh lagi, ke arah sebuah pulau kecil yang konon tidak berpenghuni, masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Pulau Api.

Ada legenda terkenal bagi bangsa Moii Hindie yang menyangkut pulau Api ini. Katanya, dulu di tempat itu berdiri sebuah kerajaan pelayar yang bernama Cakrawala (uups, sorry, nama favoritnya dicuri), sebuah kerajaan yang aman, damai dan tenteram, dipimpin seorang raja yang bijaksana; Cakra dan ratunya Wala. Konon, suatu hari, kerajaan tersebut diserang oleh Haunebu*, bajak laut-bajak laut kuno handal yang juga menyerang bangsa-bangsa Mesir.

Tidak rela kerajaannya diserang, maka masyarakat Cakrawala mulai membumi hanguskan pulau tersebut, setelah rakyat mengungsi keluar dari pulau.

Daripada diduduki penyerang, lebih baik tidak seorang pun yang menguasai pulau tersebut, mungkin begitu pikir mereka. Ada yang mati dari bangsa Haunebu, tapi sebagian besar lari tunggang langgang, melanjutkan pelayaran.

Sejak peristiwa tersebut, pulau Api kosong, tidak berpenghuni.

La Traviata membantingkan bokongnya di pasir putih yang lembut dan lembab. Hari masih gelap, matahari belum terbit.

Ia menghirup nafas dalam-dalam, menikmati aroma laut yang khas. Ketika ia melepas pandang ke arah pulau api, ia melihat ada yang aneh di sana.

Kerlip lentera.

Ada orang kah di sana?

*Haunebu bukan nama karangan, ada bow, gue barusan wikipedia-ing :D

2 comments






Bab 5> Yang Banyak Omong-Omongnya
oleh Dodol Surodol pada 11:32 PM

Tyo Mata Satu membuka mata. Ia berusaha duduk. Seluruh badannya seakan menjerit protes. "Topan badai!" makinya. Bahkan membuka mulut pun telah menjadi sebuah tugas yang menyakitkan.

Setelah matanya terbiasa dengan cahaya yang remang-remang, ia melihat bahwa ia terbaring di atas sebuah dipan. Dipan yang keras dan membuat punggungnya seperti mati rasa. Ia berada di dalam semacam pondok kecil. Sebuah lentera kecil berdiri di atas sebuah peti di atas lantai. Selain itu tidak ada perabotan lagi.

Tyo berusaha menggerakkan tangan kanannya. Hasilnya adalah kesakitan yang teramat sangat. Dalam keremangan ia memaki-maki.

Pintu pondok terbuka. Joe Kaki Kayu masuk membawa segelas arak.

"Joe!" tukas Tyo. "Keparat kau, ada di mana aku?"

Joe Kaki Kayu memandang sahabatnya dengan senyum mengejek. "Letnan jahanam itu seharusnya menembak mulutmu." Ia mengulurkan gelas di tangannya.

Tyo menyambutnya dengan tangan kiri dan dengan segera berusaha mengangkatnya ke mulut. Sejumlah caci-maki pun keluar.

Senyum Joe semakin lebar. Diambilnya gelas di tangan Tyo dan didekatkannya ke mulut sahabatnya itu. Dengan tangan yang lain ia menopang kepala Tyo sementara sahabatnya itu minum dengan rakus.

"Terima kasih, Joe."

"Apa-apaan kau ini?" tuntut Joe, meletakkan gelas yang telah kosong di sebelah lentera. "Menyerbu seperti orang gila. Kau tahu kita kehilangan berapa orang hari itu?"

Tyo tidak menjawab namun balik bertanya, "Di mana aku?"

"Pulau Api." Pulau kecil tak berpenghuni tidak jauh dari pantai timur Mooi Hindie. "Kita merapat kemarin. Drusilla rusak parah. Aku suruh orang-orang turun ke pulau utama dan berpencar. Pippi dan Julo membawamu ke sini."

Tyo menutup mata dan berdiam diri beberapa saat.

"Kau tahu kan betapa tololnya tindakanmu? Ada apa denganmu, Tyo? Aku tahu kau memang tidak kenal takut. Tapi hari itu? Kegilaan!"

"Aku lelah, Joe."

"Pantaslah kau lelah. Kau memimpin orang-orangmu seperti binatang buas tanpa akal."

"Orang-orang itu bisa menjaga diri mereka sendiri. Mereka tahu apa yang mereka hadapi ketika mereka bergabung dengan kita."

"Tolol!" tukas Joe. "Mati karena pilihan tidak sama dengan mati sia-sia."

Tanpa membuka mata, Tyo berkata, "Tinggalkan aku, Joe. Aku benar-benar lelah."

Sahabatnya menggerutu, "Kau tidak punya hak untuk merasa lelah. Seharusnya kau sudah terbujur kaku di kamar Setan Laut."

"Joe..."

Joe Kaki Kayu bangkit berdiri. "Kau setan yang benar-benar beruntung, Sobat."

"Kau menyelamatkan nyawaku, Joe."

Joe menggumamkan sesuatu dan keluar. Ia tahu alasannya. Ia tahu mengapa Tyo yang biasanya selalu menggunakan otak dalam berperang tiba-tiba bertindak seolah-olah kehilangan akal. Tyo tidak punya hasrat lagi untuk hidup. Kebosanan yang melandanya sudah memuncak dan ia berusaha menantang dirinya sendiri sampai ke batas terakhir.

Di luar pondok, Joe bergabung dengan Pippi dan Julo yang sedang duduk dalam gelap. Mereka tidak dapat menyalakan api karena cahayanya akan menarik perhatian orang dari luar pulau.

"Kita punya masalah, Teman-Teman."

Pippi merapatkan kain yang dipakainya menyelimuti tubuh. Pria berkulit hitam dan berbadan besar itu membuka mulutnya seakan mengatakan sesuatu namun tiada suara yang keluar. Pippi, mantan budak belian, kehilangan lidahnya ketika pemberontakan yang dipimpinnya di sebuah perkebunan kopi di Brasil gagal. Pemilik perkebunan itu menjadikannya contoh bagi yang lain. Malam harinya, Pippi berhasil meloloskan diri dari tahanan dan dengan tangannya sendiri mematahkan leher sang tuan tanah.

Joe selalu dapat membaca gerakan mulut Pippi. "Kau benar. Kapten kita kehilangan akal."

"Kasihan Kapten," kata Julo. Julian Delifrance adalah pria Prancis berdarah biru. Lima belas tahun yang lalu seorang bangsawan memperkosa anak perempuannya. Julo mendatangi rumah sang bangsawan dan tanpa berkata apa-apa menusukkan garpu pengeruk jerami ke kemaluan pemerkosa anaknya. Laki-laki itu, salah satu kerabat dekat raja Prancis, meninggal karena kehabisan darah dan Julo dicari-cari untuk dibawa ke bawah guillotine.

"Kita harus bertindak cepat, Kawan," kata Joe. "Tyo perlu sesuatu yang bisa membangkitkan gairah hidupnya kembali."

"Ah," Julo tersenyum mengerti, "une mademoiselle." Joe mengangguk. "Bukan tugas yang mudah, Joe," kata Julo, "kau tahu seperti apa kapten kita itu."

"Jelas. Hanya seorang wanita yang istimewa dapat melakukannya."

Pippi membuka mulut dan menggerak-gerakkan tangannya. Joe menggeleng. "Tidak, Pippi. Kita tidak dapat pergi ke kota. Terlalu berbahaya."

"Tapi, Joe," kata Julo, "waktu kita tidak banyak. Begitu Kapten pulih, ia pasti akan berlayar kembali. Bedebah keras kepala itu."

Joe Kaki Kayu berpikir sejenak. "Aku tahu suatu tempat."

0 comments






Bab 4> Nggak mau kalah : Ada Tawuran.
oleh mamamolilo pada 6:42 PM

Dziiing...
Pranggg...
Kraaakkk...


Melihat piring-piring, gelas, sendok, pisau berterbangan, dan para bajak laut bertumpang tindih baku hantam dalam Penakluk Samudra Seafood adalah hal yang sangat biasa bagi La Traviata. Ini terjadi jika malam telah berganti pagi, di saat para bajak laut pelanggan mulai terlalu banyak menenggak alkohol.

Satu orang saja mencari masalah, maka muncullah keributan. Awalnya hal ini menyebalkan bagi La Traviata, ini membuatnya tidak tenang, karena jika terjadi maka persediaan peralatan makannya berkurang.

akhirnya, La Traviata menemukan sebuah solusi. Menggunakan peralatan makan plastik dan styrofoam. (eh bentar, emang udah ada ya, plastik dan styrofoam pada zaman itu? Mmm.. au ah..lanjuuuut....)

Dan malam ini terjadi lagi. Berawal dari seorang bajak laut, yang didengarnya bernama Kapten Van Basten, yang sangat mabuk. Malam itu ia minum terlalu banyak, selain karena kedinginan akibat bajunya yang basah karena tercebur di laut, ia juga sedikit frustasi.

Tyo mata satu, telah menyelamatkan nyawanya dari hantaman peluru Joe Kaki Kayu, seminggu yang lalu.

Tyo-mata-satu. Musuh bebuyutannya. Bagi kapten Van Basten, diselamatkan oleh seorang musuh adalah hal yang menggores egonya. Lebih baik ia mati, daripada diturunkan dengan sekoci.

Ditengah laut, terkatung-katung dalam geram, sampai akhirnya ia ditemukan oleh sebuah kapal dagang yang berlabuh di pantai timur Mooi Hindie ini.

Kapten Van Basten dalam mabuknya terus meracau, dan membuat sebal seorang bajak laut lain, entah siapa namanya, bertubuh gendut, berwajah dan berambut berminyak yang kelihatannya sangat bau dan tidak kalah mabuknya.

Racauan Kapten Van Basten membuat si bajak laut berminyak berang. Ia meninju hidung Van Basten. Van Basten melawan, ia adalah seorang Kapten yang pantang ditentang, peninjuan pada hidungnya benar-benar membuat Kapten Van Basten tersinggung.

Perkelahian antara dua orang mabuk itu berlanjut dan merembet. Kini semua bajak laut, tanpa perduli memiliki masalah atau tidak, berbaur jadi satu, berbaku hantam.

Piring-piring, gelas, sendok, yang untungnya telah diganti oleh plastik dan styrofoam berterbangan.Disusul meja dan kursi.

La Traviata hanya menghela nafas. Pekerjaannya bertambah besok. Membereskan sisa-sisa perkelahian malam ini.

Hhh.. saya muak.Saya ingin pergi

Begitu keluh La Traviata. Ia berdiri di balik gorden pembatas antara dapur dan ruang makan. Sesekali ia merunduk agar kepalanya tidak tersambar kursi terbang.Dengan sabar, La Traviata menunggu agar perkelahian usai. Sementara, seperti biasa, jika perkelahian dimulai, Bon Avatar pasti menjadi orang pertama yang bersembunyi.

AAAARRRRGHHHH!

La Traviata terkejut mendengar erangan. Ia membelalakan mata, untuk melihat asal suara. Ternyata bajak laut berminyak, Van Basten menusuk lengan bajak laut berminyak dengan pedang milik bajak laut berminyak sendiri.

Bajak Laut berminya terlihat kesakitan.

Tiba-tiba darah La Traviata mendidih. Ia menyibakkan gorden, naik ke atas meja bar, setelah mengambil pistol dari pinggang Bon Avatar yang sibuk sembunyi sambil terkencing-kencing karena ketakutan.

Ia mengarahkan moncong pistol ke udara, lalu menarik pelatuknya.

DOR!

Langit-langit bolong tertembus peluru. Semua orang dalam ruangan membeku, memandang perempuan ini.

"CUKUP! PERGIIIIIIIIIIIII!" La Traviata menjerit.

Dan, dalam hitungan jenak, bajak laut-bajak laut itu tunggang langgang keluar dari Penakluk Samudra Seafood, menghilang dalam kegelapan malam (pagi? eh subuh deng), entah kemana, mungkin menuju kapal masing-masing untuk melanjutkan perjalanan.

Kini Penakluk Samudra telah kosong. Blas.

"Sudah pada pergi?" tanya Bon Avatar. Kecongkakannya hilang, kini ia terlihat seperti anak anjing yang sedang ketakutan.
"Sudah... keluar kamu..., bantu saya membereskan Penakluk Samudra" seru La Traviata tidak perduli.

0 comments






Bab 3> Yang Ada Perangnya
oleh Dodol Surodol pada 5:11 PM

Pekik peperangan, jerit kesakitan, bunyi ledakan, dan desing peluru berbaur menjadi satu. Bau keringat, darah, asap, dan mesiu memenuhi udara. Tyo Mata Satu menerjang ke depan, pedang di tangan kanan, pistol di tangan kiri menghabisi mereka yang berani atau cukup tolol untuk menghalangi langkahnya. Di belakangnya, puluhan perompak melompat ke atas geladak, disambut oleh para serdadu yang telah menunggu.

Taktik Tyo dalam pertempuran seperti ini selalu sama: taklukkan kapten kapal dan paksa dia memerintahkan awaknya menyerah. Di tengah-tengah kepulan asap yang kian menghitam seiring api yang semakin merajalela, Tyo melihat apa yang dicarinya. Anjungan. Tempat sang kapten.

Beberapa menit dan belasan korban berikutnya, Tyo menyerbu masuk. Tiga orang bajak laut masuk bersamanya dan mengambil posisi. Kapten van Basten tahu nasib yang menantinya bahkan sebelum ia mengangkat kepala dan menemukan dirinya bertatapan dengan mata tunggal yang menatap tajam penuh kebengisan.

"Ajalmu di sini, Kapten. Cara mana yang kau pilih?"

Beberapa orang serdadu dan awak kapal yang ada di anjungan memberikan perlawanan singkat. Tak lama kemudian semuanya, berikut ketiga bajak laut, rubuh bersimbah darah. Kapten van Basten membidikkan pistolnya.

Tyo menunduk dan peluru mendesing lewat tidak jauh dari telinga kirinya. Ia menyeringai. Tyo Mata Satu menyukai perlawanan. Ia hendak meluruk ke depan ketika rasa sakit tiba-tiba menyengat bahu kanannya. Dari belakang.

Kehilangan pedang di tangan, secara refleks Tyo membalikkan badan dan bertiarap pada saat yang bersamaan. Peluru kedua menembus paha kanannya. Tyo berteriak kesakitan. Momentum peluru itu membuatnya terguling dan pistol di tangan kirinya terjatuh.

Di ambang pintu Letnan Makaay berdiri dengan pedang terhunus dan pistol merah berasap. Sejenak ia bertatapan dengan bajak laut yang telah diburunya bertahun-tahun. Bajak laut yang telah membunuh kakak lelakinya beberapa tahun lalu.

Bajak laut yang kini terbaring tak berdaya di lantai.

Pandangan Tyo dengan liar menyapu ruangan, mencari cara untuk keluar dari masalah pelik yang dihadapinya. Pistolnya terlalu jauh untuk dijangkau. Ia bisa saja meraih pedangnya, namun dengan lengan kanan yang praktis lumpuh, tidak banyak yang dapat dilakukannya.

Tyo Mata Satu, bajak laut paling ditakuti di tujuh lautan, hanya bisa menatap sosok di hadapannya yang kini dengan mata penuh kebencian mengarahkan pistol ke dadanya. Sial, demikian ia sempat berpikir. Ia tahu suatu hari saatnya akan tiba. Ia hanya tidak suka menemui maut dengan cara seperti ini.

"Ini untuk Roy..." Tyo mendengar letnan itu berkata. Roy? Roy siapa? Tidak masalah, Tyo yakin telah banyak Roy yang menemui ajal di tangannya.

Pistol meletus. Tyo berusaha keras melawan godaan untuk memejamkan mata dan bersiap menerima benturan di dada.

Tidak ada yang menyentuhnya. Dengan satu matanya yang masih berfungsi Tyo menatap Letnan Makaay menjatuhkan pistol dan jatuh terguling. Bagian belakang kepalanya berasap.

Joe Kaki Kayu muncul di ambang pintu dengan pistol terarah ke dada Kapten van Basten, yang menyadari keajaiban tidak akan datang dua kali.

"Pilihanmu, Kapten."

0 comments






Bab 2> Penakluk Samudra Seafood
oleh mamamolilo pada 2:30 PM

Penakluk Samudra Seafood, itu nama sebuah restoran yang berada di tepi sebuah pantai di daerah Timur negara Mooi Hindie. Bukan berupa bangunan, tapi berupa kapal besar yang badannya bercat merah-hitam dan sudah terkelupas di sana-sini, dengan layar yang sudah sobek-sobek.

Restoran itu selalu ramai karena sering sekali dikunjungi oleh para bajak laut yang kebetulan berlabuh, entah hanya untuk sekedar beristirahat barang satu-dua jam, mengisi perut, atau minum-minum bir sampai mabuk.

Bon Avatar, laki-laki pemilik restoran tersebut seorang laki-laki pembual, yang selalu mengaku bahwa pernah menjadi seorang bajak laut yang handal dan paling ditakuti oleh bajak laut se-jagad raya. Ia tinggal bersama sang istri, La Traviata.

La Traviata sebenarnya perempuan yang baik, tapi ia tidak pernah menjadi istri yang baik bagi Bon Avatar. Walaupun tugasnya di restoran tersebut sebagai koki dan ia adalah koki yang hebat, tapi ia tidak pernah menyediakan sarapan bagi suami, tidak pernah memasakkan makan siang maupun makan malam, tidak pernah memasangkan dasi (heh? Kok pake dasi ya? Hihihhi), yang jelas ia tidak pernah melakukan hal-hal yang selayaknya dilakukan seorang istri bagi suami.

Kenapa?

Karena La Traviata bosan menjadi istri Bon Avatar, ia jenuh dengan bualan Bon Avatar padanya dan pada bajak laut-bajak laut yang singgah.

“Dulu, aku adalah bajak laut terhebat di jagad ini…” seru Bon Avatar suatu malam, di depan tamu-tamunya, lalu ia menenggak bir yang sedari tadi digenggamnya di tangan sebelah kiri, karena tangan kanannya sudah tidak ada, diganti dengan kait. Pakai kait kan susah, megang botol bow.

La Traviata mencibirkan bibir diam-diam, sambil mengantarkan pesanan makanan, kepiting saus mentega kepada salah satu bajak laut pelanggan.

“Hanya mendengarkan namaku saja, atau melihat kapalku, semua pelaut bahkan yang paling handal sekali pun akan bergetar ketakutan. Aku adalah raja laut. Darahku, sampai mati, adalah laut.Kapalku adalah penakluk laut.” Lanjut Bon Avatar congkak.

La Traviata mengernyitkan kening. Sejak menikah dengan Bon Avatar, belum pernah sekalipun ia melihat Bon Avatar berlayar. Bahkan, kapal yang dimiliki oleh Bon Avatar, yang disebutnya sebagai kapal penakluk laut pun hanya terdampar saja bertahun-tahun di atas pasir. La Traviata curiga, kapal itu mungkin akan segera tenggelam jika dibawa berlayar.

La Traviata adalah anak angkat seorang bajak laut, ia ditemukan oleh ayah angkatnya, yang kini telah mati, di sebuah kapal yang sedang dirampoknya. Sejak kecil La Traviata selalu dibawa berpetualang oleh ayah angkatnya mengarungi samudra.

Ia sangat terbiasa berada di samudra, sang ayah mengajarinya bagaimana menjadi bajak laut, ia tahu bagaimana mengemudikan kapal besar ayahnya, ia tahu harus bagaimana jika cuaca buruk terjadi saat mereka di tengah samudra, ia senang bermain dengan awak kapal ayahnya. Bahkan ketika remaja, ayahnya mengizinkan La Traviata untuk ikut merampok sebuah kapal. Karena itu, ia sangat terobsesi untuk menikahi bajak laut, agar ia dapat terus berpetualang di samudra.

Dalam satu persinggahan La Traviata dan ayahnya di sebuah pelabuhan Mooi Hindie, bertemulah ia dengan Bon Avatar. Ia terpesona mendengar cerita petualangan Bon Avatar, yang belakangan baru ia ketahui hanya bualan belaka. Pengalaman-pengalaman Bon Avatar begitu membiusnya, sehingga ia memutuskan untuk tinggal di pantai Mooi Hindie yang indah.

Tapi pada kenyataannya, setelah menikah dengan Bon Avatar, bukan petualangan yang didapatnya, tapi terjebak menjadi koki di pantai Mooi Hindie. Ia ingin kembali pada ayahnya, tapi sebuah badai yang sangat dashyat, telah menenggelamkan kapal sang ayah beserta para awaknya.

Sampai kini, setelah bertahun-tahun pernikahan mereka, mimpi untuk bertualang di samudra masih tetap menyala di hati La Traviata. Ia hanya menunggu waktu yang tepat.

“…Aku pernah membunuh banyak orang di laut…!!!” seru Bon Avatar dengan keras. La Traviata mendengus lalu membuang muka.

Ia masuk ke dalam dapur kembali.

0 comments






Bab 1> Bajak Laut Mencari Cinta
oleh mamamolilo pada 2:13 PM

Tyo sang bajak laut bermata satu sedang bosan. Selama lima belas tahun petualangannya di lautan, ia telah memenuhi semua yang ingin dicapainya. Armada Kerajaan Inggris yang terkenal tangguh dan telah bertahun-tahun memburunya dibuatnya frustrasi. Kapal dagang Spanyol
yang digembar-gemborkan tidak dapat dirampok karena memiliki sistem pertahanan paling muktahir telah ditaklukannya. Penjara Portugis yang diibaratkan neraka bagi para pesakitan penghuninya tak mampu menahannya lama-lama.

Tyo Mata Satu, bajak laut paling ditakuti di dunia, sedang berada di puncak kejayaannya. Ia punya kuasa, harta, dan wanita. Ratusan anak buahnya menghormatinya, bajak laut lain segan akannya, kapal-kapal dagang menghindarinya dengan segala cara, para laksamana terkemuka
hanya bisa menggertakkan gigi melihat sepak terjangnya.

Dan kini ia merasa bosan. "Aku tidak punya tujuan apa-apa lagi, Joe," demikian ia mengaku kepada Joe Kaki Kayu, letnan kepercayaannya sekaligus sahabatnya sejak mereka masih kecil dan bersama-sama mencuri apel di jalan-jalan Bastilia. "Aku sudah memiliki segala-galanya. Katakan padaku, Joe, apa yang harus kulakukan?"

"Tyo," sahabatnya mengetuk-ngetukkan pipanya di atas meja kayu. "Kau bertanggung jawab atas orang-orang itu. Mereka menghormatimu, mereka bersedia mati untukmu." Joe Kaki Kayu menyalakan tembakau di pipanya dan menatap Tyo Mata Satu dengan tajam. "Mereka tidak boleh melihatmu seperti ini."

"Aku tahu, Joe. Katakan padaku."

Joe mengepul-ngepulkan asap dari pipanya. Matanya yang sipit semakin mengecil terkena asap tembakau bermutu rendah. Sejurus lamanya ia menatap Tyo tanpa berkata apa-apa. Akhirnya, "Engkau harus mencari pasangan hidup, Tyo."

Tyo Mata Satu, bajak laut paling ditakuti, balas menatap. Sejenak kemudian ia melemparkan kepalanya ke belakang dan tertawa terbahak-bahak. "Joe! Kau gila! Akhirnya tembakau busuk itu meracuni otakmu!"

Sahabatnya tidak ikut tertawa. "Kau meminta pendapatku. Dan aku serius."

"Aku tahu kau serius. Dan kau gila."

Joe Kaki Kayu mengangkat bahu dan berdiri. "Temukan dirimu seorang pasangan hidup, Kapten," ia mengulangi sebelum keluar dari kabin.

0 comments