Powered by Blogger

Bab 5> Yang Banyak Omong-Omongnya
oleh Dodol Surodol pada 11:32 PM

Tyo Mata Satu membuka mata. Ia berusaha duduk. Seluruh badannya seakan menjerit protes. "Topan badai!" makinya. Bahkan membuka mulut pun telah menjadi sebuah tugas yang menyakitkan.

Setelah matanya terbiasa dengan cahaya yang remang-remang, ia melihat bahwa ia terbaring di atas sebuah dipan. Dipan yang keras dan membuat punggungnya seperti mati rasa. Ia berada di dalam semacam pondok kecil. Sebuah lentera kecil berdiri di atas sebuah peti di atas lantai. Selain itu tidak ada perabotan lagi.

Tyo berusaha menggerakkan tangan kanannya. Hasilnya adalah kesakitan yang teramat sangat. Dalam keremangan ia memaki-maki.

Pintu pondok terbuka. Joe Kaki Kayu masuk membawa segelas arak.

"Joe!" tukas Tyo. "Keparat kau, ada di mana aku?"

Joe Kaki Kayu memandang sahabatnya dengan senyum mengejek. "Letnan jahanam itu seharusnya menembak mulutmu." Ia mengulurkan gelas di tangannya.

Tyo menyambutnya dengan tangan kiri dan dengan segera berusaha mengangkatnya ke mulut. Sejumlah caci-maki pun keluar.

Senyum Joe semakin lebar. Diambilnya gelas di tangan Tyo dan didekatkannya ke mulut sahabatnya itu. Dengan tangan yang lain ia menopang kepala Tyo sementara sahabatnya itu minum dengan rakus.

"Terima kasih, Joe."

"Apa-apaan kau ini?" tuntut Joe, meletakkan gelas yang telah kosong di sebelah lentera. "Menyerbu seperti orang gila. Kau tahu kita kehilangan berapa orang hari itu?"

Tyo tidak menjawab namun balik bertanya, "Di mana aku?"

"Pulau Api." Pulau kecil tak berpenghuni tidak jauh dari pantai timur Mooi Hindie. "Kita merapat kemarin. Drusilla rusak parah. Aku suruh orang-orang turun ke pulau utama dan berpencar. Pippi dan Julo membawamu ke sini."

Tyo menutup mata dan berdiam diri beberapa saat.

"Kau tahu kan betapa tololnya tindakanmu? Ada apa denganmu, Tyo? Aku tahu kau memang tidak kenal takut. Tapi hari itu? Kegilaan!"

"Aku lelah, Joe."

"Pantaslah kau lelah. Kau memimpin orang-orangmu seperti binatang buas tanpa akal."

"Orang-orang itu bisa menjaga diri mereka sendiri. Mereka tahu apa yang mereka hadapi ketika mereka bergabung dengan kita."

"Tolol!" tukas Joe. "Mati karena pilihan tidak sama dengan mati sia-sia."

Tanpa membuka mata, Tyo berkata, "Tinggalkan aku, Joe. Aku benar-benar lelah."

Sahabatnya menggerutu, "Kau tidak punya hak untuk merasa lelah. Seharusnya kau sudah terbujur kaku di kamar Setan Laut."

"Joe..."

Joe Kaki Kayu bangkit berdiri. "Kau setan yang benar-benar beruntung, Sobat."

"Kau menyelamatkan nyawaku, Joe."

Joe menggumamkan sesuatu dan keluar. Ia tahu alasannya. Ia tahu mengapa Tyo yang biasanya selalu menggunakan otak dalam berperang tiba-tiba bertindak seolah-olah kehilangan akal. Tyo tidak punya hasrat lagi untuk hidup. Kebosanan yang melandanya sudah memuncak dan ia berusaha menantang dirinya sendiri sampai ke batas terakhir.

Di luar pondok, Joe bergabung dengan Pippi dan Julo yang sedang duduk dalam gelap. Mereka tidak dapat menyalakan api karena cahayanya akan menarik perhatian orang dari luar pulau.

"Kita punya masalah, Teman-Teman."

Pippi merapatkan kain yang dipakainya menyelimuti tubuh. Pria berkulit hitam dan berbadan besar itu membuka mulutnya seakan mengatakan sesuatu namun tiada suara yang keluar. Pippi, mantan budak belian, kehilangan lidahnya ketika pemberontakan yang dipimpinnya di sebuah perkebunan kopi di Brasil gagal. Pemilik perkebunan itu menjadikannya contoh bagi yang lain. Malam harinya, Pippi berhasil meloloskan diri dari tahanan dan dengan tangannya sendiri mematahkan leher sang tuan tanah.

Joe selalu dapat membaca gerakan mulut Pippi. "Kau benar. Kapten kita kehilangan akal."

"Kasihan Kapten," kata Julo. Julian Delifrance adalah pria Prancis berdarah biru. Lima belas tahun yang lalu seorang bangsawan memperkosa anak perempuannya. Julo mendatangi rumah sang bangsawan dan tanpa berkata apa-apa menusukkan garpu pengeruk jerami ke kemaluan pemerkosa anaknya. Laki-laki itu, salah satu kerabat dekat raja Prancis, meninggal karena kehabisan darah dan Julo dicari-cari untuk dibawa ke bawah guillotine.

"Kita harus bertindak cepat, Kawan," kata Joe. "Tyo perlu sesuatu yang bisa membangkitkan gairah hidupnya kembali."

"Ah," Julo tersenyum mengerti, "une mademoiselle." Joe mengangguk. "Bukan tugas yang mudah, Joe," kata Julo, "kau tahu seperti apa kapten kita itu."

"Jelas. Hanya seorang wanita yang istimewa dapat melakukannya."

Pippi membuka mulut dan menggerak-gerakkan tangannya. Joe menggeleng. "Tidak, Pippi. Kita tidak dapat pergi ke kota. Terlalu berbahaya."

"Tapi, Joe," kata Julo, "waktu kita tidak banyak. Begitu Kapten pulih, ia pasti akan berlayar kembali. Bedebah keras kepala itu."

Joe Kaki Kayu berpikir sejenak. "Aku tahu suatu tempat."

0 comments

0 Comments:

Post a Comment

<< Home